Pengertian Pajak Penghasilan
Ø Subjek Pajak adalah orang atau badan yang menurut Undang-undang dikenakan pajak.
Ø Subjek Pajak dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan selama satu tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak.
Ø Yang dimaksud dengan “Tahun Pajak” adalah tahun kalender atau takwim, tetapi Wajib Pajak dapat menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender, sepanjang tahun buku tersebut meliputi jangka waktu 12(dua belas) bulan.
Jenis-jenis Subjek Pajak
1. Subjek Pajak Orang Pribadi
a. Subjek Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
b. Subjek Pajak Orang Pribadi Luar Negeri
No. | Perbedaan | SPOPDN | SPOPLN |
1. | Berada di Indonesia | Bertempat tinggal di | Tidak bertempat tinggal di |
2. | Penghasilan yang dikenakan pajak | Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari | Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di |
3. | Tarif pajak | Berdasarkan penghasilan neto dengan tariff umum (Tarif Umum PPh Pasal 17) | Berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif sepadaan (Tarif PPh Pasal 26 atau sesuai Tax Treaty) |
4. | Penyampaian SPT | Wajib menyampaikan SPT PPh, untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak | Tidak wajib menyampaikan SPT PPh, karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final (PPh Pasal 26) |
2. Subjek Pajak Warisan
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
Ø Subjek Pajak warisan dapat menggantikan pemenuhan kewajiban pajak dan penunjukkan yang mewariskan (Almarhum).
Ø Apabila warisan telan terbagi kepada ahli waris, maka kewajiban pajak Almarhum harus diselesaikan oleh ahli warisnya tersebut.
3. Subjek Pajak Badan
Ø Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Ø Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak.
4. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Ø Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
1. Tempat kedudukan manajemen
2. Cabang perusahaan
3. Kantor perwakilan
4. Gedung kantor
5. Pabrik
6. Bengkel
7. Gudang
8. Ruang untuk promosi dan penjualan
9. Pertambangan dan penggalian sumber alam
10. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
11. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan
12. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
13. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan
14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
15. Agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
16. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet
Timbulnya Kewajiban Pajak Subjektif Dalam Negeri
1. Kewajiban pajak subjektif orang pribadi dalam negeri yang bertempat tinggal di
Untuk orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, kewajiban pajak subjektifnya dimulai sejak hari pertama ia berada di Indonesia.
Kewajiban subjektif orang pribadi berakhir pada saat ia meninggal dunia atau meninggalkan
2. Kewajiban pajak subjektif badan, dimulai saat badan tersebut didirikan atau berkedudukan di
3. Kewajiban pajak subjektif warisan yang belum terbagi, dimulai saat timbulnya warisan yang belum terbagi dan berakhir pada saat warisan tersebut selesai terbagi. Sejak saat itu pemenuhan kewajiban perpajakan (Almarhum) beralih kepada para ahli waris.
Timbulnya Kewajiban Pajak Subjektif Luar Negeri
Ø Kewajiban pajak subjektif Orang Pribadi (SPOPLN) atau Badan (Luar Negeri) dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut mempunyai hubungan ekonomis dengan
Kewajiban Pajak Subjektif Dalam Bagian Tahun Pajak
Ø Orang pribadi menjadi subjek pajak tidak untuk jangka waktu satu tahun pajak penuh. Misalnya orang pribadi yang mulai menjadi subjek pajak pada pertengahan tahun pajak atau yang meninggalkan
Pengecualian Subjek Pajak
Ø Unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
2. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara
Ø Yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 36 tahun 2008 adalah:
1. Kantor perwakilan negara asing
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara
3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
a.
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada angka 3, dengan syarat bukan warga negara
Ø Organisasi internasional yang tidak termasuk subjek pajak ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan
Ø Penentuan tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan penting untuk menetapkan Kantor Pelayanan Pajak mana yang mempunyai yurisdiksi pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan tersebut.
Ø Pada dasarnya tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya. Orang pribadi berdasarkan Kartu Tanda Penduduk sedangkan badan sesuai dengan akta pendiriannya. Dengan demikian penentuan tempat tinggal atau tempat kedudukan tidak hanya didasarkan pada pertimbangan yang bersifat formal, tetapi lebih didasarkan pada kenyataan.
Ø Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam menentukan tempat tinggal seseorang atau tempat kedudukan badan tersebut, antara lain domisili, alamat tempat tinggal, tempat tinggal keluarga, tempat menjalankan usaha pokok atau hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk memudahkan pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak.
Objek Pajak Penghasilan
Ø Objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Ø Yang termasuk objek pajak penghasilan:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
3. Laba usaha
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
· Termasuk dalam pengertian dividen adalah:
a. pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun
b. pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor
c. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham
d. pembagian laba dalam bentuk saham
e. pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran
f. jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan
g. pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah
h. pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut
i. bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi
j. bagian laba yang diterima oleh pemegang polis
k. pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi
l. pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak
· Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas:
a. penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya
b. penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah
c. pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial
d. pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada huruuf a, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada huruf b, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada huruf c, berupa:
1) penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melaluisatelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa
2) penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa
3) penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spectrum radio komunikasi
e. penggunaan atau hak menggunakan film gambarhidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio
f. pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
· Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya.
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
14. Premi asuransi
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan
19. Surplus Bank
Pengenaan Pajak Final
Ø Prinsip pemajakan dalam UU PPh adalah unitary(global) taxation, maksudnya bahwa semua penghasilan dari berbagai kategori dan sumber dikonsolidasikan menjadi satu kesatuan (unitary) basis pemajakan. Namun disadari bahwa kultur, dan kondisi social, ekonomi, dan politik masyarakat belum mendukung pelaksanaan system ideal tersebut. Oleh karena itu dibentuklah system pemajakan yang sederhana yaitu system potongan pajak final dengan tarif sepadan.
Ø Pengenaan pajak dilakukan dengan pemotongan (with holding) pada sumbernya, berdasarkan penghasilan bruto (gross base), dengan tariff sepadan dan bersifat final. Gross base artinya pajak dihitung berdasarkan penerimaan bruto tanpa memperhatikan biaya dan keadaan diri pembayar pajak. Tarif sepadan dimaksudkan untuk mengimplementasikan prinsip pengenaan pajak sama rata kepada semua wajib pajak. Sedangkan final (rampung) bertujuan untuk menyederhanakan pengenaan pajak dengan memperlakukan pembayaran pajak tersebut sebagai pelunasan rampung kewajiban pajak atas objek pajak tersebut tidak ada kewajiban tambahan lainnya lagi.
Ø Penghasilan yang telah dikenakan pajak final tidak lagi digabungkan dengan penghasilan lainnya dan pajaknya tidak merupakan kredit pajak. Baik penghasilan maupun pajaknya tidak perlu lagi dilaporkan dalam SPT Tahunan.
Ø Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
Penghasilan | Batas | Tarif | Dasar Hukum |
Bunga dari deposito & tabungan serta diskonto SBI | ≥Rp7.500.000 | 20% | PP No. 131/2000 |
| - | 20% | PP No. 27/2008 |
Bunga Simpanan Koperasi | ≥Rp240.000 | 10% | PP No. 15/2009 |
Penghasilan | Tarif | Keterangan | Dasar Hukum |
Bunga dari Obligasi dengan kupon | 15% | WPDN dan BUT | PP No. 16/2009 |
20% | Sesuai dengan tarif P3B bagi WPLN selain BUT | ||
(dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi) | |||
Diskonto dari Obligasi dengan kupon | 15% | WPDN dan BUT | |
20% | Sesuai dengan tarif P3B bagi WPLN selain BUT | ||
(dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan) | |||
Diskonto dari Obligasi tanpa bunga | 15% | WPDN dan BUT | |
20% | Sesuai dengan tarif P3B bagi WPLN selain BUT | ||
(dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi) | |||
Bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh WP reksadana yang terdaftar pada BPPM dan LK | 0% | Tahun 2009 s.d. 2010 | |
5% | Tahun 2011 s.d. 2013 | ||
15% | Tahun 2014 dan seterusnya |
2. Penghasilan berupa hadiah undian.
(Tarif 25% dari jumlah bruto hadiah undian, berdasarkan PP No. 132/2000)
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal
Penghasilan | Tarif | Dasar Hukum |
Transaksi Penjualan Saham | 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan | PP No. 17/2009 |
Penjualan saham pendiri, (kecuali saham pendiri perusahaan pasangan usaha yang dimiliki oleh perusahaan modal | ditambah dengan 5% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan | PP No. 17/2009 |
Transaksi Derivatif | 2,5% dari margin awal | PP No. 17/2009 |
Penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yg diterima oleh perusahaan modal | 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal | PP No. 4/1995 |
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.
Penghasilan | Tarif* | Dasar Hukum |
Pengalihan Hak atas tanah dan/atau bangunan | 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan | PP No. 71/2008 |
Pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana | 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan | PP No. 71/2008 |
*Diberikan kepada orang pribadi yang mempunyai penghasilan di atas PTKP dan dengan jumlah bruto nilai pengalihannya ≥ Rp60.000.000,-
Penghasilan | Tarif | Dasar Hukum |
Persewaan tanah dan/atau bangunan | 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan | PP No. 5/2002 |
Usaha Jasa Konstruksi (Berdasarkan PP No. 51/2008)
| Perencanaan* | Pelaksanaan* | Pengawasan* |
Usaha Kecil | 4% | 2% | 4% |
Usaha Menengah/Besar | 4% | 3% | 4% |
Non Kualifikasi | 6% | 4% | 6% |
*Dari nilai kontrak jasanya
5. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
Pengecualian Objek Pajak
Ø Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
1.a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan
2. Warisan
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan
b. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif
10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK
12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK
13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK
Biaya-biaya yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto
Ø Biata-biaya yang dapat dikurangkan harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Valid, harus ada bukti yang memadai dari biaya-biaya yang dikeluarkan
b. Reliable, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
c. Wajar, sesuai dengan kelogisan
Ø Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
1. Biaya pembelian bahan
2. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang
3. Bunga, sewa, dan royalti
4. Biaya perjalanan
5. Biaya pengolahan limbah
6. Premi asuransi
7. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
8. Biaya administrasi
9. Pajak kecuali Pajak Penghasilan
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
e. Kerugian selisih kurs mata uang asing
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak
3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu
4. Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
Kompensasi Kerugian
Ø Kerugian dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (
Ø Contoh :
PT A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000,00. Dalam 5 (
2010 : laba fiskal Rp200.000.000,00
2011 : rugi fiskal (Rp300.000.000,00)
2012 : laba fiskal Rp N I H I L
2013 : laba fiskal Rp100.000.000,00
2014 : laba fiskal Rp800.000.000,00
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :
Rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.200.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2010 Rp 200.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000,00)
Rugi fiskal tahun 2011 (Rp 300.000.000,00)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2012 Rp N I H I L (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2013 Rp 100.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp 900.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2014 Rp 800.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp 100.000.000,00)
Ø Rugi fiskal tahun 2009 sebesar Rp100.000.000,00 yang masih tersisa pada akhir tahun 2014 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2015, sedangkan rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp300.000.000,00 hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015 dan tahun 2016, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 2012 berakhir pada akhir tahun 2016.
Penyusutan
Ø Bangunan disusutkan dengan menggunakan Metode Garis Lurus. Sedangkan selain/bukan bangunan boleh menggunakan Metode Garis Lurus atau Metode Saldo Menurun.
Ø Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta berwujud melalui penyusutan.
Ø Yang dimaksud dengan “bangunan tidak permanen” adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 (sepuuh) tahun, misalnya barak atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan.
Ø Masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut:
Kelompok Harta Berwujud | Masa Manfaat | Tarif Penyusutan berdasarkan Metode | |
Garis Lurus | Saldo Menurun | ||
I. Bukan bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 II. Bangunan Permanen Tidak Permanen | 4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun 20 tahun 10 tahun | 25% 12,5% 6,25% 5% 5% 10% | 50% 25% 12,5% 10% |
|
Ø Contoh penggunaan metode garis lurus:
Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan masa manfaatnya 20 (dua puluh) tahun, penyusutannya setiap tahun adalah sebesar Rp50.000.000,00 (Rp1.000.000.000,00 : 20).
Ø Contoh penggunaan metode saldo menurun:
Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2009 dengan harga perolehan sebesar Rp150.000.000,00 (seratus
Tahun | Tarif | Penyusutan | Nilai Sisa Buku |
Harga Perolehan 150.000.000,00 | |||
2009 | 50% | 75.000.000,00 | 75.000.000,00 |
2010 | 50% | 37.500.000,00 | 37.500.000,00 |
2011 | 50% | 18.750.000,00 | 18.750.000,00 |
2012 | Disusutkan sekaligus | 18.750.000,00 | 0 |
NB: - Sebelum Tahun 2001, penyusutan dihitung dari tahun perolehan aktiva
- Setelah Tahun 2001, penyusutan dihitung dari bulan perolehan aktiva
- Jika ada penjualan, bulan penjualan tidak dihitung penyusutannya
Amortisasi
Ø Amortisasi diberikan kepada harga perolehan harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
Ø Masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:
Kelompok Harta Tak Berwujud | Masa Manfaat | Tarif Amortisasi berdasarkan Metode | |
Garis Lurus | Saldo Menurun | ||
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 | 4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun | 25% 12,5% 6,25% 5% | 50% 25% 12,5% 10% |
Ø Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan ketentuan di atas.
Ø Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi.
Ø Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20% (dua puluh persen) setahun.
Ø Contoh:
Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan, yang mempunyai potensi 10.000.000 ton kayu, sebesar Rp500.000.000,00 diamortisasi sesuai dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan. Jika dalam 1 tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3.000.000 ton yang berarti 30% dari potensi yang tersedia, walaupun jumlah produksi pada tahun tersebut mencapai 30% dari jumlah potensi yang tersedia, besarnya amortisasi yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun tersebut adalah 20% dari pengeluaran atau Rp100.000.000,00.
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Ø Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar:
Status | PTKP |
Diri WPOP | Rp15.840.000,00 |
Tambahan WP kawin | Rp1.320.000,00 |
Tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami | Rp15.840.000,00 |
Tanggungan (paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga) | Rp1.320.000,00 |
Ø Penghitungan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak ditentukan menurut keadaan Wajib Pajak pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak.
Ø Misalnya, pada tanggal 1 Januari 2009 Wajib Pajak B berstatus kawin dengan tanggungan 1 (satu) orang anak. Apabila anak yang kedua lahir setelah tanggal 1 Januari 2009, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak B untuk tahun pajak 2009 tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 1 (satu) anak.
Ø Penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya dan dikenai pajak sebagai satu kesatuan. Penggabungan tersebut tidak dilakukan dalam hal penghasilan isteri diperoleh dari pekerjaan sebagai pegawai yang telah dipotong pajak oleh pemberi kerja, dengan ketentuan bahwa:
a. penghasilan isteri tersebut semata-mata diperoleh dari satu pemberi kerja, dan
b. penghasilan isteri tersebut berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.
Ø Contoh (1):
Wajib Pajak A yang memperoleh penghasilan neto dari usaha sebesar Rp100.000.000,00 mempunyai seorang isteri yang menjadi pegawai dengan penghasilan neto sebesar Rp70.000.000,00.
Apabila penghasilan isteri tersebut diperoleh dari satu pemberi kerja dan telah dipotong pajak oleh pemberi kerja dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lainnya, penghasilan neto sebesar Rp70.000.000,00 tidak digabung dengan penghasilan A dan pengenaan pajak atas penghasilan isteri tersebut bersifat final.
Apabila selain menjadi pegawai, isteri A juga menjalankan usaha, misalnya salon kecantikan dengan penghasilan neto sebesar Rp80.000.000,00, seluruh penghasilan isteri sebesar Rp150.000.000,00 (Rp70.000.000,00 + Rp80.000.000,00) digabungkan dengan penghasilan A. Dengan penggabungan tersebut, A dikenai pajak atas penghasilan neto sebesar Rp250.000.000,00 (Rp100.000.000,00 + Rp70.000.000,00 + Rp80.000.000,00).
Potongan pajak atas penghasilan isteri tidak bersifat final, artinya dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas penghasilan sebesar Rp250.000.000,00 tersebut yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Ø Dalam hal suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan keputusan hakim, penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan pengenaan pajaknya dilakukan sendiri-sendiri. Apabila suami-isteri mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis atau jika isteri menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, penghitungan pajaknya dilakukan berdasarkan penjumlahan penghasilan neto suami-isteri dan masing-masing memikul beban pajak sebanding dengan besarnya penghasilan neto.
Ø Contoh (2):
Penghitungan pajak bagi suami-isteri yang mengadakan perjanjian pemisahan penghasilan secara tertulis atau jika isteri menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri adalah sebagai berikut.
Dari contoh (1), apabila isteri menjalankan usaha salon kecantikan, pengenaan pajaknya dihitung berdasarkan jumlah penghasilan sebesar Rp250.000.000,00.
Misalnya, pajak yang terutang atas jumlah penghasilan tersebut adalah sebesar Rp27.550.000,00 maka untuk masing-masingsuami dan isteri pengenaan pajaknya dihitung sebagai berikut:
· Suami: 100.000.000,00 x Rp27.550.000,00= Rp11.020.000,00
250.000.000,00
· Isteri : 150.000.000,00 x Rp27.550.000,00 = Rp16.530.000,00
250.000.000,00
Biaya yang Tidak Boleh Dikurangkan
Ø Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang
2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
3. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan
4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan
6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan, kecuali sumbangan serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
h. Pajak Penghasilan kecuali PPh 21 yang menjadi tunjangan dan PPh 26 yang telah di gross up terlebih dahulu
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan
Objek Pajak BUT
Ø Yang menjadi Obyek Pajak bentuk usaha tetap adalah :
a. Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai
b. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di
c. PPh Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud
Ø Biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c diatas boleh dikurangkan dari penghasilan bentuk usaha tetap
Ø Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap :
a. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak
b. Pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya adalah :
1. Royalti atau imbalan lainnya sehubungan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya
2. Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya
3. Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan
c. Pembayaran sebagaimana tersebut pada huruf b yang diterima atau diperoleh dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Obyek Pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan