Penembakan di Bima |
Peran media televisi dan media cetak tak lepas membuat kasus
kekeranan ini mencuat keras ke permukaan. Banyak tokoh-tokoh yang sudah
mengecam kekerasan tersebut yang sampai menghilangkan beberapa nyawa. Pihak
kepolisian pun berdalil bahwa tindakan aparatnya sudah sesuai dengan protap
mereka.
Saya tidak habis pikir dengan apa yang terjadi di Bima, NTB
tersebut. Melihat tindakan represif para aparat menembak membabi buta yang rasanya
seperti ingin sekali membunuh para penjajah di masa lampau. Atas nama penegakan
hukum, mudah sekali mereka melakukan hal tersebut.
Mungkin banyak yang belum tahu kronologis penyebab terjadinya
kekerasan tersebut. Dari beberapa sumber media cetak yang saya baca ternyata di
Bima terdapat potensi lahan tambang emas yang cukup besar. Sebuah perusahaan
tambang “dikatakan” sudah memiliki izin pembukaan lahan tambang disana. Namun
masyarakat menilai kebijakan tersebut salah, yang nantinya pasti akan merusak
alam, merusak sumber air, mengeruk kekayaan alam hanya untuk keuntungan
segelintir orang (tidak pro rakyat).
Kemudian dari wawancara Farouk Muhammad (Anggota DPD/ Mantan
Gubernur PTIK) dalam acara Metro Hari Ini Minggu 25/12/2011 pukul 17.45 WIB
ternyata sebelum terjadinya kekerasan yang marak diberitakan, telah diadakan
dialog atau negosiasi antara warga dengan pihak terkait (Red: Gubernur). Pemerintah
bukannya mencari mencari akar masalah serta solusi terbaik, melainkan mereka
malah memberikan pernyataan yang mengecilkan bahkan menyudutkan masyarakat.
“Saya tahu kalian semua orang bayaran, pasti ada orang ketiga yang
mendalangi ini semua. Nanti setelah kita cabut izin tambang, jika ada
perusahaan yang membayar lebih maka kalian akan terima saja.”
Dan akhirnya seperti yang sudah diberitakan akhir-akhir ini. Kelompok
masyarakat yang tetap menolak izin eksplorasi tambang emas tersebut memblokade
Pelabuhan Sape, Bima, NTB. Masa yang sulit dibubarkan, bahkan dengan tembakan
peringatan serta suasana yang semakin tidak kondusif membuat aparat
mengeluarkan tembakan ke arah warga. Dari
detiknews.com, dua warga Bima, Syaiful dan Arif Rachman akhirnya tewas ditembak
petugas di lapangan.
Amat disayangkan peristiwa tersebut
harus terjadi. Di kala negosiasi menemui jalan buntu, kekerasan adalah pilihan
terakhir yang harus diambil oleh warga Bima untuk memperjuangkan hati nurani
mereka menjaga Alam Indonesia ini.